Hai semuanya, Sabtu kemarin aku baru aja ikut acara yang bagus banget di salah satu toko ramen di Medan. Acara dengan tema İt’s Ok to Not Be Ok itu membahas tentang kesehatan mental bagi remaja.
Apa Sih, Mental Health İtu?
Menurut Wikipedia, kesehatan jiwa atau kesehatan mental adalah keadaan individu sejahtera menyadari potensi yang dimilikinya, mampu menanggulangi tekanan hidup normal, bekerja secara produktif, serta mampu memberikan kontribusi bagi lingkungannya. Dengan demikian, kesehatan jiwa mencakup aspek-aspek fisik, psikologis, sosial. Jadi setiap orang itu tidak hanya butuh fisik yang sehat tapi juga mental yang sehat dan kuat. Scroll ke bawah untuk melihat apa yang aku dapatkan di acara Sabtu kemarin 🤗
Apa Saja Sih Yang Menjadi Pemicu Remaja Sekarang Sakit Mental?
Overthinking
Salah satu hal yang bisa membuat mental anak – anak remaja sekarang ‘lecet’ adalah overthinking. Yaitu memikirkan sesuatu yang belum terjadi secara berlebihan/lebay. Anak – anak remaja sekarang sering overthinking dengan dalih berjaga – jaga, padahal justru malah bisa membatasi anak – anak remaja sekarang untuk mau mencoba mengambil resiko dan mencoba hal – hal baru. Misalnya, ketika kita disuruh pergi dari Medan ke Jakarta sana saat itu juga bagaimanapun caranya. Apa yang akan kita lakukan? Kalau aku jawab oke, aku akan pergi. Karena aku sudah aqil baligh dan bukan anak – anak lagi, seharusnya aku sudah bisa mikir sendiri dong bagaimana cara aku pergi ke Jakarta. Aku kira semua anak – anak akan berpikir sama sepertiku. Namun ternyata tidak. Masih ada yang overthinking dan takut untuk mencoba. Mereka takut kalau suatu hal buruk terjadi pada mereka sehingga mereka bilang, nanti, nanti, dan nanti. Akhirnya mereka tidak akan pernah mau mencobanya.
Bullying
Nah, akhir – akhir ini perisakan / pembulian marak sekali terjadi di berita – berita. Biasanya hal ini antar teman saja, namun pembulyan bisa terjadi pada siapa saja tak terkecuali kita. Diantara jenis pembulyan yang marak terjadi pada anak – anak remaja sekarang adalah body shaming.
“Ih, kamu sekarang agak besaran ya?”
Nah, kalau remaja yang mental health nya bagus biasanya akan menganggap lalu lalang omongan orang – orang yang julid seperti itu. Atau mereka langsung balas kayak tips jitu dari kak Bintang, salah satu peserta acara.
“Oh, bagus dong. Berarti aku kan jelas dikasih makan banyak,”
Menurut kamu apa sih kesehatan mental itu?
Ada beragam jawaban ketika pertanyaan ini terlontar. Ada yang menjawab, mental yang sehat ( oh iya dong, namanya juga kesehatan mental ), selalu berpikiran positif, dapat menanggulangi masalah yang ada pada dirinya, dapat menyebarkan kebaikan, membatasi diri terhadap hal – hal yang negatif, dll.
Ragam Jenis Sakit Mental Pada Remaja
Post Decision
Nah, post desicion ini seringkali terjadi di kalangan remaja sekarang ini, bahkan aku pernah sempat sekali melakukan hal ini. Kalau kita scroll Tik Tok, Instagram, atau media sosial apapun. Kadang muncul postingan tentang penyakit – penyakit mental atau beragam penyakit yang pas aku cek di kolom komentar itu isinya kebanyakan selalu anak – anak remaja yang mendiagnosis dirinya berdasarkan kondisinya saat itu.
Misal, kita lagi berada di posisi yang kita itu sedang ingin sendirian. Belum menemukan kenyamanan saat sedang bersama orang lain. Lalu kita langsung menyimpulkan bahwa kita itu mungkin introvert tanpa adanya keterangan langsung dari ahlinya. Lalu kita bilang ke orang – orang, aku ini intrivert loh. So jangan maksain aku dong untuk bisa main – main sama kalian. Atau, aku ini orangnya bipolar loh. Aku orangnya overthinking, emang kenapa? Masalah buat lo, hehe.
Atau saat kita memutuskan sesuatu yang agak gedean dikit. Kayak, oke, aku nggak mau pacaran, tapi aku mau nikah, tapi aku nggak mau punya anak. Hal ini juga yang menjadi penyebab timbulnya istilah free child. Sama aja kayak kita menghalalkan suatu pernikahan, namun kita tidak mau tanggung jawab atas apa yang akan terjadi setelah pernikahan.
Self Harm
İni adalah fenomena baru yang belakangan banyak terjadi di kalangan remaja dan anak muda milenial. Hasil penelitian yang dilakukan di sekolah – sekolah hari ini mengatakan banyak sekali terjadi self harm. Self Harm merupakan suatu tindakan atau dorongan untuk menyakiti dan melukai diri ri dengan berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakit psikis ke rasa sakit fisik. Seperti menyayat nadi sendiri, dll.
Kalau zaman dulu, self harm itu dilakukan oleh orang – orang yang menggunakan narkoba yang frustasi karena tidak ada/diberi uang untuk membeli narkoba yang mereka inginkan. Terus biasanya mereka suka menghisap darah sendiri. Nah, kalau sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi. Karena tidak hanya orang – orang yang menggunakan narkotika, remaja sekarang juga banyak yang melakukan self harm.
Untuk apa?
Untuk seolah – olah mengatakan pada dunia kalau dia itu adalah orang yang paling menderita di dunia. Dia itu punya banyak beban, dll. Dan meminta simpati dari orang lain dengan cara self harm.
Kesehatan Mental Menurut Sudut Pandang Peserta
Kesehatan mental itu adalah seseorang yang memiliki kesejahteraan yang terlihat dari dirinya. Jadi sebenarnya kesehatan mental itu adalah sebuah kesejahteraan. Bukan hanya orang yang punya unikorn, Iphone, uang banyak, dsb. Kesejahteraan itu dilihat dari bagaimana kita melihat kemampuan kita, potensi kita, kemudian kita mampu untuk mengembangkannya. Dan bagaimana kita membuat apa yang kita kembangkan dalam diri kita bisa berdampak positif terhadap orang lain dan lingkungan sekitar kita.
Mindset Masyarakat Ketika Ada Gangguan Mental Sederhana Pada orang Terdekat?
Stigma Masyarakat Tentang Orang – orang yang Mengalami Gangguan Sederhana pada Mentalnya
Nah, hal ini kerap kali sering terjadi pada masyarakat Indonesia. Yang mana ketika ada orang yang mengeluhkan pada mereka seperti misalnya saat kita tanya ‘Kamu kenapa?’:
“Iya nih, aku kayaknya kok lagi nggak nyaman ya?”
Dan juga biasanya orang – orang yang stres, orang – orang yang depresi dan sebagainya seringkali langsung mendapat penghakiman dari orang – orang sekitar.
“Oh udah deh, itu mungkin karena kamunya yang nggak bersyukur,”
“Udah deh, di rukyah aja. Biar keluar jin-nya,”
“Banyakin istighfar, kemasukan itu tuh kamu.”
Nah itu adalah stigma yang sering terjadi di banyak kalangan masyarakat ketika ada orang yang sedang mengalami gangguan sederhana terhadap mentalnya.
Apa yang sakit pada diri kita?
Kita peduli, tapi salah kaprah. Contohnya gini, kita tahu ini kalau kita itu orangnya moed swing. Lalu apa yang kita lakukan setelah kita orangnya seperti itu? Rata – rata jawaban peserta adalah tidak ada. Dan saat ditanya, seharusnya kamu ngapain? Nggak tahu, gitu jawaban mereka.
Nah, itu dia. Kita tahu kalau kita sedang tidak nyaman, tapi kita salah kaprah. Kita nggak tahu mau ngapain setelah itu. Lalu saat kita curhat ke teman kita, rata – rata jawabannya gini.
“Udah istighfar aja, banyak shalat tahajud.”
Apa jawabannya salah? Nggak. Jawabannya memang benar. Tapi untuk memutuskan apakah kita mengalami gangguan mental (gangguan mental itu bukan Cuma gila ya..), kita harus mencari diagnosis yang tepat kepada ahlinya. Panggilah psikolog, atau kalau udah akut, panggil psikiater. Kalau kamu anak sekolah formal, mungkin kamu bisa curhat atau konsultasi masalah kamu dengan guru BK.
Untuk yang muslim, dalam Al – Qur’an sudah dijelaskan bahwa obat mental itu adalah istighfar, doa dan tak lupa tanya ahlinya.
Nah kemudian kami diberi kertas note dan disuruh untuk memilih apa yang paling kami rasakan diantara 13 ciri – ciri sakit mental dibawah ini.
Kemudian kami tahu bahwa masing – masing dari kami itu ternyata punya masalah. Ada yang satu, seperti aku. Ada yang tiga, bahkan hampir seperempat dari 13 ciri – ciri sakit mental yang ada di gambar tersebut. Artinya, sebenarnya kita itu bukan orang paling malang sedunia.
Cara orang untuk menghadapi masalah itu berbeda – beda. Ada yang sangat ekspresif, ada yang ‘emang gue pikirin’, ada yang ‘aah pret lah’, ada juga yang gregetan. Kemudian kami diminta menjelaskan kesimpulan kami masing – masing terhadap apa yang terjadi. Karena masing – masing dari kami punya satu dari 13 jenis ciri – ciri kesehatan mental.
“Karena kalian masing – masing punya dari 13 jenis tersebut, apa yang bisa kalian simpulkan? Apakah mental kalian itu sehat atau sakit?” Bu Fadhilah Rahmi melempar pertanyaan kepada kami satu persatu.
“Gimana ya..mau dibilang sehat ternyata nggak sesehat itu, kalau dibilang sakit pun, nggak sesakit itu,” celutuk kakak kelas XI dari Sekolah SMA Islam Plus Adzkia Medan.
“Lecet. Mentalnya lecet!” seru Jinan. Anak kelas X dari SMA Islam Plus Adzkia yang seumuran denganku.
Kami tertawa karena istilah baru yang dibuat Jinan. Kemudian bertepuk tangan untuknya. “Memang nggak rusak, tapi lecet. Wkwk.”
Kemudian kami diminta lagi untuk mencari penyebab ciri – ciri sakit mental kami. Faktor genetik juga bisa menjadi salah satu penyebabnya. Misalnya, ayahnya pemarah, kemudian suka memukul dan punya traumatis masa lalu. Nah akhirnya dia menurunkan kebiasaan ini kepada anaknya. Saat besar, sang anak dendam dan melakukan apa pola pengasuhan yang selama ini diterimanya dari orang tuanya kepada anaknya. Hal ini terus berlanjut Dan seperti rantai pengasuhan. İnilah yang dinamakan utang pengasuhan.
Bisakah Kita Menghilangkan Sakit Mental Dalam Diri Kita?
Jawabannya bisa. Bagaimana caranya?
"Makan," celetuk Jinan.
"Makan?"
"İya, soalnya saya kalau stress itu bawaannya mau makan aja," jawab Jinan saat ditanya.
"Tidur," kata Fathiah.
"Melakukan aktivitas yang positif," kata kak Zuwa.
"Lewati zona nyaman," imbuh kak Bintang.
Pahami Diri Sebaik-baiknya
Pahami diri sendiri. Pahami kapan kita senang, kapan kita sedih, dan kapan kita marah. Kenali apa penyebab setiap emosi kita. Apa yang membuat kita senang. Misalnya ada ragam jawaban peserta yang mengatakan dia senang saat main HP, menyibukkan diri dengan banyak beraktivitas sosial, tidur, makan dan lain-lain. Jadi kapan senang, kapan sedih, kapan marah, kenali perjalanan hidup kita.
Misalnya kamu itu orangnya marah kalau ada orang lain yang melihat kamu dengan tatapan yang berbeda (sinis atau bereng). Terus ada orang yang melihat kamu seperti itu dan kamu marah. Kamu bisa positive thinking dengan evaluasi diri. Kenapa ya dia melihatku seperti itu? Atau kamu juga bisa menyibukkan diri kamu dengan kegiatan lain yang membuatmu melupakan hal-hal yang membuatmu tidak senang.
“Semakin sering kamu menterapi diri kamu dengan hal-hal yang kamu sukai maka trauma itu akan hilang,” -Fadhilah Rahmi Nasution-
Pahami perjalanan hidup dan syukuri apa yang sudah kita miliki selama ini. Contohnya: “Ya Allah, aku bersyukur kali karena orang tuaku masih bisa menyekolahkan aku di saat banyak orang yang tidak bisa mengecap pendidikan seperti aku..”
“Jadikan sabar dan syukur sebagai solusi masalah,” -İbnu Katsir-
Hindari Self Diagnosis
Self diagnosis ini seperti yang aku jelaskan tadi di atas ya, yaitu suka sekali mendiagnosa diri sendiri tanpa adanya keterangan dari yang ahli. Atau tanpa konsultasi masalah yang kita hadapi dengan ahlinya, tiba-tiba kita langsung mendiagnosa diri kita.
Cepat sekali kita menjudge diri kita dengan sosok yang padahal belum tentu kita seperti itu. Kita ngejudge saat kita ada masalah, padahal kalau kita ke psikolog belum tentu ternyata kita seperti itu. Mungkin misalnya kita pada dasarnya adalah orang yang periang, tapi ternyata kita ada masalah yang membuat kita itu tidak seharian biasanya dan menjauhkan diri dari kerumunan, lalu tiba-tiba kita bilang ‘aku ini introvert’. Jadi kita nggak bisa ketika ada masalah langsung mendiagnosa diri kita.
Jangan pernah posting apapun di media sosial ketika ada masalah
Nah ini kalau dulu tuh biasanya remaja-remaja sering Kalau ada masalah langsung buat status di media sosialnya yang hanya dilihat oleh si mangsanya. Ketika si mangsa melihat postingannya, dia langsung menghapusnya. Dan saling sindir-sindiran di media sosial
Hasil penelitian mengatakan bahwa akhir-akhir ini jarang sekali remaja memposting hal-hal pribadi di media sosial. Kalaupun ada biasanya mereka itu memakai bahasa kiasan yang maknanya itu harus dalam banget. Mereka lebih sering sekarang memakai menfess. Menfess adalah singkatan dari 'mention' dan 'confess', yang artinya 'menyebut' dan 'mengungkapkan'. Menfess dalam Twitter biasanya digunakan untuk curhat, mengoceh, hingga mengungkapkan suatu hal tanpa diketahui identitas pengirimnya
Fokus pada diri sendiri dan masalah
Jadi masalah itu bukan untuk dishare. Kalau misalnya kita ada masalah, kita tuh fokus sama diri kita dan masalah. Contoh, salah satu diantara kita masuk parit. Terus teman kita lewat dan kita bilang 'eh tolong dong fotoin aku lagi masuk parit'. Terus difotoin sama teman kita terus kita posting dan share foto kita di medsos.
Masalah masuk paritnya selesai?
Enggak kan. Seharusnya kita bilang, 'tolong dong bantu angkat tanganku keluar dari parit ini,"
Jangan Mengglorifikasi Gangguan Pada Diri Kita
Contohnya, ada orang yang bilang sama kita. "İih, kamu kok jutek kali orangnya?"
Lalu kita malah jawab, "Ya gitu lah aku orangnya. Aku itu orangnya unik,"
Seakan-akan hal-hal negatif dari diri kita yang seharusnya tidak diketahui orang dan menjadi rahasia kita tersendiri, malah kita banggakan di depan orang lain seakan-akan itu adalah prestasi yang membanggakan.
Atau kita bilang gini sama teman kita. "Aku nih orangnya trauma, jadi tolong dong kalian ngerti kalau aku ini orangnya trauma."
Terasa lebay kali ya..
Trauma itu memang ada dan aku sendiri pernah mengalaminya saat rumahku kebakaran. Karena aku yang pertama kali melihat api di rumahku saat kebakaran itu, sesudah api di rumahku dipadamkan, untuk pertama kalinya aku merasa takut untuk memegang kompor dan menghidupkan api. Namun aku berfikir, kalau aku terus memanjakan rasa trauma ku dan tidak berani mencoba untuk menyalakan api di kompor. Maka seumur hidup aku akan terus dalam traumaku dan tidak akan pernah bisa menghidupkan api lagi.
Perbanyak Teman Di Dunia Nyata
Kira-kira dari sejak awal kita lahir hingga TK, SD dan sampai sekarang tentunya kita punya banyak teman di kehidupan nyata. Ataupun saat kita berkenalan dengan orang-orang baru di acara atau event yang kita ikuti.
Lewat teman-teman kita di dunia nyata bangun circle-circle positif atau lewat komunitas yang kita ikuti. Semakin banyak kita mengikuti acara-acara positif, maka kewarasan kita akan semakin baik. Dan biasanya sakit mental yang ada pada diri kita akan lebih mudah hilang saat kita melakukan banyak aktivitas positif lainnya.
Lewat komunitas yang kita ikuti, kita bisa saling berbagi kisah dan sharing-sharing tentang pengalaman kita kepada orang lain yang membutuhkan. Atau pada saat kita membutuhkan saran-saran dari orang lain terhadap masalah yang terjadi di kehidupan kita.
Jangan terlalu memperbanyak aktivitas negatif di dunia maya. Apalagi untuk sekedar ikut-ikutan trend yang pada dasarnya akan cepat berlalu dan usang.
Dan jangan terlalu over realitas. Yaitu ketika misalnya kita melihat iklan pemutih kulit dan sejenisnya, yang seringnya menayangkan before after penggunaan produk dalam jangka waktu yang singkat. Lalu saat kita mencoba memakainya ternyata kulit kita tidak langsung putih instan. Dan kita marah-marah langsung marah-marah pada adminnya, padahal itu adalah salah satu strategi orang untuk menarik pembeli.
Bangun Personal Brending Di Media Sosial
Bangun branding yang baik tentang diri kita di media sosial. Bangun hal-hal positif untuk diri kita dan orang lain di media sosial. Ada banyak cara orang untuk membangun personal branding masing-masing. Ada yang membangun personal branding mereka dengan stand up comedy yang disuguhi hal-hal kebaikan, ada juga dengan konten-konten tentang cara menjaga bumi, dan lain sebagainya.
Karena biasanya orang-orang akan menjudge kita dengan hal-hal yang biasa kita posting di media sosial. Sedari kecil kita membiasakan diri dengan membangun personal branding yang baik dan positif, maka saat kita besar orang-orang akan melihat kita dengan positif.
"Wah anak ini sedari kecil udah ikut main kegiatan positif, dll."
Tidak semuanya Harus diiklankan
Saat ini banyak sekali anak-anak remaja yang terjebak pada hal-hal yang seharusnya tidak diiklankan seperti lekuk tubuh, kehidupan pribadi dan lain-lain. Waspadalah terhadap hal-hal yang berbahaya dan bisa menjebak kita ke jurang penyesalan.
Sekian dulu. Sampai Jumpa di Lain Waktu 😉