Haru di Hari Sabtu

 
https://duniavinca.blogspot.com

My Diary, catatan yang sedikit terlupa..
Opung perempuan kami sudah meninggal sejak sebelum orangtuaku menikah membuatku tidak pernah sekalipun bertatap muka dengannya. Namun, aku masih punya nenek dari pihak ibuku. Karena itu sejak kecil aku dekat dengan nenekku.
Nenek adalah perempuan Jawa yang hebat dan kuat. Di umurnya yang semakin renta, nenek tidak pernah kulihat mengeluh tentang hidupnya yang penuh perjuangan. 
Nenek adalah seorang pedagang di kede sampah yang sudah ia bangun sejak kecil jauh sebelum menikah dengan atokku. Setiap pagi setelah shubuh, ia sudah siap dengan ember hitam nya, berjalan kaki seorang diri ke Pajak Brayan yang cukup jauh dari rumah kami kalah berjalan kaki.
Setiap hari, kami cucu-cucunya selalu datang ke kedainya untuk jajan. Jarang sekali kami harus bayar setiap Snack yang kami beli, karena itu aku bersyukur juga ketika nenek masih berjualan karena kami bisa jajan gratis 🤭
Nenekku sangat cerewet untuk hal-hal yang menurut nya bertentangan dengan prinsip nya atau pola hidup nya. Dulu, setiap ada cucu-cucunya yang melawan perintah orangtua kami, terutama ibu kami yang merupakan anaknya, nenek selalu menjadi banteng pengganti ibu kami. Dia akan memarahi kami habis-habisan, walau setelah itu nenek ngomong dengan lembut dari hati ke hati. Akan tetapi, semarah apapun, nenek tidak pernah melakukan kekerasan fisik. Entah memukul, mencubit, dsb. Karena seringnya nenek marah, aku pernah membandingkan nenekku dengan nenek tetanggaku yang tidak pernah segalak nenekku. Tapi nenekku bilang..
"Masih syukur nenek ngomel, itu tandanya nenek peduli sama kalian. Mau kalian nenek biarkan aja, nggak ada nenek nasihatin?" gitu kata nenekku selalu.
Waktu terus bergulir tanpa kusadari, aku semakin besar dan nenekku semakin tua. Takdir membuat aku harus berjauhan dengan nenek yang harus ikut paman kami ke Riau. Keadaan ini membuat aku perlahan-lahan mulai merindukan nenekku. Aku rindu walaupun pasti ada saja omelannya ketika bertemu dengan cucu-cucunya. Dan semenjak nenek tidak ada, aku sudah tidak pernah lagi jajan di kedainya.
Nenek ke Medan hanya dua kali dalam satu tahun setengah, namun nenek belum pernah datang saat momen hari raya karena  katanya saat itu banyak tiket yang sudah habis. Tiket yang masih tersisa sangat mahal. Saat nenek ke Medan, aku suka bertanya banyak hal tentang masa kecil nenek dan keluarganya. Tentang suami neneknya yang seorang veteran perang di Jawa. Tentang bagaimana neneknya nenek bisa pindah dari Jawa ke tanah Deli, padahal saat itu peperangan masih berlangsung dan Indonesia belum merdeka.
Beberapa bulan setelah bunda melahirkan adik terakhir kami, nenek menelepon dan mengatakan akan pulang ke Medan dalam rangka membantu bunda sehabis operasi sekaligus untuk berhari raya İdul Adha bersama kami tahun ini. Kami senang sekali menerima kedatangan nenek, apalagi dalam jangka waktu yang lama.
Namun besoknya, aku kaget ketika menjelang siang mendapat kabar dari PKBM bahwa besok pagi aku termasuk siswi yang wajib ikut Uji Kesetaraan Berbasis Komputer. Wah, aku sempat kesal dan panik karena informasi yang dadakan ini. Alasannya sederhana saja, nenekku baru pulang ke Medan dan aku masih mau menikmati liburan bersamanya, kedua aku juga belum tahu mana pelajaran apa yang akan kami ujiankan besok. 
PKBM kami memang terbilang unik, karena setiap ujian kami tidak pernah dikonfirmasi tentang mata pelajaran atau kisi-kisi soal yang nanti kami ujiankan. Aku kadang mangut juga dengan pendapat teman – teman di PKBM ku tentang jawaban ujian di PKBM kami.
“Nggak usah dipikirin. Jalani aja dulu, jawab aja yang terlintas di pikiran.”
Enteng juga jawabannya, pikirku. Tutor PKBM kami pun selalu mengatakan hal itu. Di dalam ujian, kami wajib menjawab. Tidak boleh ada yang ketahuan kosong, karena soal yang tidak diberi jawaban tidak akan diberi nilai. Sebagian teman – temanku yang mengikuti pola pikir emang gue pikirin akan mengampanyekan jawaban cap cip cup. Namun aku tidak sepemikiran, apalagi kalau itu soalan essai.
“Apa yang mau dijawab?” Gitu pikirku selalu.
“Duh nek, Yumna besok udah ujian. Mana belum belajar lagi!” curhatku malam hari pada nenekku. Kebetulan nenekku sangat pandai dalam soal matematika, walaupun ia hanya tamatan SD.
“Jangan terus dipikirin dan dibuat pusing. Belajar aja dari sekarang. Dan jangan lupa berdoa agar dimudahkan segala urusannya,” kata nenek memberi wejangan.
Kelihatannya aku yang panik karena mau ujian, tapi nyatanya tidak. Nenekku yang lebih sibuk dan terus mengingatkanku tentang ujian besok.
“Yumna, cepat tidur! Besok jam setengah tujuh udah harus ke PKBM,”
“Yumna, jangan lupa perlengkapan apa aja yang harus dibawa,”
“Yumna...”
Dan banyak lagi omelan – omelan kecil nenekku untuk sekedar mengingatkanku persiapan ujian. Aku diam – diam terkikik. Aku bukan tipe orang yang mengerjakan segala sesuatu lambat atau santai. Sebenarnya aku sudah mempersiapkan perlengkapan ujian, tinggal soal ujiannya aja yang aku belum tahu, hehe..
Pagi itu..
Nenek membangunkanku pagi-pagi buta hanya untuk sekedar mengingatkanku tentang persiapan ujian. Bukan hanya itu, nenek membangunkanku dengan membalur kakiku dengan minyak sambil terus ngomong agar aku cepat bangun.
"Yumna cepat bangun! Jangan marah ya kalau nanti terlambat."
Setelah aku selesai apel pagi, nenek masuk ke kamar sambil membawa sepiring nasi. "Makan dulu sebelum pergi, biar adik-adik nenek yang handle pagi ini," kata nenek.
Aku senang sekali. Untuk pertama kalinya nenek begitu mengesankan dan perhatian terhadap kegiatan ujian ku. Bundaku, dan juga aunty ku memang sering bercerita kalau nenek sangat perhatian terhadap kebutuhan anak-anaknya. Apalagi jika hal itu menyangkut masalah pendidikan. 
Mungkin bagi sebagian orang, hal ini terlihat biasa. Namun tidak bagiku. Saat nenek membangunkanku lebih awal dari yang lain karena akan ujian, seperti mengulang kembali kenangan saat aku masih duduk di kelas 1 sekolah dasar. Biasanya bunda akan membangunkanku untuk pergi ke sekolah. Namun, karena sekarang amanah bunda sudah bertambah, hal seperti itu sudah tidak terulang lagi. Kini, aku yang harus melakukannya kepada adik-adikku.
Terima kasih nenek untuk sabtu pagi yang begitu mengesankan.
Medan, 6 Mei 2023

Air Kehidupan

  Bagaimana Kita Tercipta? Pernahkah kamu bertanya-tanya, bagaimana awal mulanya kita bisa tercipta dan lahir dari rahim ibu? Kisahnya be...