Pentingnya Mengedukasi Remaja Tentang Kesehatan Mental

 
https://duniavinca.blogspot.com/2023/08/pentingnya-mengedukasi-remaja-tentang.html


Hai semuanya, Sabtu kemarin aku baru aja ikut acara yang bagus banget di salah satu toko ramen di Medan. Acara dengan tema İt’s Ok to Not Be Ok itu membahas tentang kesehatan mental bagi remaja.

Apa Sih, Mental Health İtu?


Menurut Wikipedia, kesehatan jiwa atau kesehatan mental adalah keadaan individu sejahtera menyadari potensi yang dimilikinya, mampu menanggulangi tekanan hidup normal, bekerja secara produktif, serta mampu memberikan kontribusi bagi lingkungannya. Dengan demikian, kesehatan jiwa mencakup aspek-aspek fisik, psikologis, sosial. Jadi setiap orang itu tidak hanya butuh fisik yang sehat tapi juga mental yang sehat dan kuat. Scroll ke bawah untuk melihat apa yang aku dapatkan di acara Sabtu kemarin 🤗

Apa Saja Sih Yang Menjadi Pemicu Remaja Sekarang Sakit Mental?

Overthinking

Salah satu hal yang bisa membuat mental anak – anak remaja sekarang ‘lecet’ adalah overthinking. Yaitu memikirkan sesuatu yang belum terjadi secara berlebihan/lebay. Anak – anak remaja sekarang sering overthinking dengan dalih berjaga – jaga, padahal justru malah bisa membatasi anak – anak remaja sekarang untuk mau mencoba mengambil resiko dan mencoba hal – hal baru. Misalnya, ketika kita disuruh pergi dari Medan ke Jakarta sana saat itu juga bagaimanapun caranya. Apa yang akan kita lakukan? Kalau aku jawab oke, aku akan pergi. Karena aku sudah aqil baligh dan bukan anak – anak lagi, seharusnya aku sudah bisa mikir sendiri dong bagaimana cara aku pergi ke Jakarta. Aku kira semua anak – anak akan berpikir sama sepertiku. Namun ternyata tidak. Masih ada yang overthinking dan takut untuk mencoba. Mereka takut kalau suatu hal buruk terjadi pada mereka sehingga mereka bilang, nanti, nanti, dan nanti. Akhirnya mereka tidak akan pernah mau mencobanya.

Bullying

Nah, akhir – akhir ini perisakan / pembulian marak sekali terjadi di berita – berita. Biasanya hal ini antar teman saja, namun pembulyan bisa terjadi pada siapa saja tak terkecuali kita. Diantara jenis pembulyan yang marak terjadi pada anak – anak remaja sekarang adalah body shaming.

“Ih, kamu sekarang agak besaran ya?”

Nah, kalau remaja yang mental health nya bagus biasanya akan menganggap lalu lalang omongan orang – orang yang julid seperti itu. Atau mereka langsung balas kayak tips jitu dari kak Bintang, salah satu peserta acara.

“Oh, bagus dong. Berarti aku kan jelas dikasih makan banyak,”

Menurut kamu apa sih kesehatan mental itu?

Ada beragam jawaban ketika pertanyaan ini terlontar. Ada yang menjawab, mental yang sehat ( oh iya dong, namanya juga kesehatan mental ), selalu berpikiran positif, dapat menanggulangi masalah yang ada pada dirinya, dapat menyebarkan kebaikan, membatasi diri terhadap hal – hal yang negatif, dll.

Ragam Jenis Sakit Mental Pada Remaja


Post Decision

Nah, post desicion ini seringkali terjadi di kalangan remaja sekarang ini, bahkan aku pernah sempat sekali melakukan hal ini. Kalau kita scroll Tik Tok, Instagram, atau media sosial apapun. Kadang muncul postingan tentang penyakit – penyakit mental atau beragam penyakit yang pas aku cek di kolom komentar itu isinya kebanyakan selalu anak – anak remaja yang mendiagnosis dirinya berdasarkan kondisinya saat itu. 

Misal, kita lagi berada di posisi yang kita itu sedang ingin sendirian. Belum menemukan kenyamanan saat sedang bersama orang lain. Lalu kita langsung menyimpulkan bahwa kita itu mungkin introvert tanpa adanya keterangan langsung dari ahlinya. Lalu kita bilang ke orang – orang, aku ini intrivert loh. So jangan maksain aku dong untuk bisa main – main sama kalian. Atau, aku ini orangnya bipolar loh. Aku orangnya overthinking, emang kenapa? Masalah buat lo, hehe.

https://duniavinca.blogspot.com/2023/08/pentingnya-mengedukasi-remaja-tentang.html



Atau saat kita memutuskan sesuatu yang agak gedean dikit. Kayak, oke, aku nggak mau pacaran, tapi aku mau nikah, tapi aku nggak mau punya anak. Hal ini juga yang menjadi penyebab timbulnya istilah free child. Sama aja kayak kita menghalalkan suatu pernikahan, namun kita tidak mau tanggung jawab atas apa yang akan terjadi setelah pernikahan.

Self Harm

İni adalah fenomena baru yang belakangan banyak terjadi di kalangan remaja dan anak muda milenial. Hasil penelitian yang dilakukan di sekolah – sekolah hari ini mengatakan banyak sekali terjadi self harm. Self Harm merupakan suatu tindakan atau dorongan untuk menyakiti dan melukai diri ri dengan berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakit psikis ke rasa sakit fisik. Seperti menyayat nadi sendiri, dll.

Kalau zaman dulu, self harm itu dilakukan oleh orang – orang yang menggunakan narkoba yang frustasi karena tidak ada/diberi uang untuk membeli narkoba yang mereka inginkan. Terus biasanya mereka suka menghisap darah sendiri. Nah, kalau sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi. Karena tidak hanya orang – orang yang menggunakan narkotika, remaja sekarang juga banyak yang melakukan self harm.
 
Untuk apa? 

Untuk seolah – olah mengatakan pada dunia kalau dia itu adalah orang yang paling menderita di dunia. Dia itu punya banyak beban, dll. Dan meminta simpati dari orang lain dengan cara self harm.

Kesehatan Mental Menurut Sudut Pandang Peserta

Kesehatan mental itu adalah seseorang yang memiliki kesejahteraan yang terlihat dari dirinya. Jadi sebenarnya kesehatan mental itu adalah sebuah kesejahteraan. Bukan hanya orang yang punya unikorn, Iphone, uang banyak, dsb. Kesejahteraan itu dilihat dari bagaimana kita melihat kemampuan kita, potensi kita, kemudian kita mampu untuk mengembangkannya. Dan bagaimana kita membuat apa yang kita kembangkan dalam diri kita bisa berdampak positif terhadap orang lain dan lingkungan sekitar kita.

Mindset Masyarakat  Ketika Ada Gangguan Mental Sederhana Pada orang Terdekat?

Stigma Masyarakat Tentang Orang – orang yang Mengalami Gangguan Sederhana pada Mentalnya

Nah, hal ini kerap kali sering terjadi pada masyarakat Indonesia. Yang mana ketika ada orang yang mengeluhkan pada mereka seperti misalnya saat kita tanya ‘Kamu kenapa?’:

“Iya nih, aku kayaknya kok lagi nggak nyaman ya?”

Dan juga biasanya orang – orang yang stres, orang – orang yang depresi dan sebagainya seringkali langsung mendapat penghakiman dari orang – orang sekitar.

“Oh udah deh, itu mungkin karena kamunya yang nggak bersyukur,”

“Udah deh, di rukyah aja. Biar keluar jin-nya,”

“Banyakin istighfar, kemasukan itu tuh kamu.”

Nah itu adalah stigma yang sering terjadi di banyak kalangan masyarakat ketika ada orang yang sedang mengalami gangguan sederhana terhadap mentalnya.

Apa yang sakit pada diri kita?

Kita peduli, tapi salah kaprah. Contohnya gini, kita tahu ini kalau kita itu orangnya moed swing. Lalu apa yang kita lakukan setelah kita orangnya seperti itu? Rata – rata jawaban peserta adalah tidak ada. Dan saat ditanya, seharusnya kamu ngapain? Nggak tahu, gitu jawaban mereka.

Nah, itu dia. Kita tahu kalau kita sedang tidak nyaman, tapi kita salah kaprah. Kita nggak tahu mau ngapain setelah itu. Lalu saat kita curhat ke teman kita, rata – rata jawabannya gini.

“Udah istighfar aja, banyak shalat tahajud.”
Apa jawabannya salah? Nggak. Jawabannya memang benar. Tapi untuk memutuskan apakah kita mengalami gangguan mental (gangguan mental itu bukan Cuma gila ya..), kita harus mencari diagnosis yang tepat kepada ahlinya. Panggilah psikolog, atau kalau udah akut, panggil psikiater. Kalau kamu anak sekolah formal, mungkin kamu bisa curhat atau konsultasi masalah kamu dengan guru BK.

Untuk yang muslim, dalam Al – Qur’an sudah dijelaskan bahwa obat mental itu adalah istighfar, doa dan tak lupa tanya ahlinya.

https://duniavinca.blogspot.com/2023/08/pentingnya-mengedukasi-remaja-tentang.html



Nah kemudian kami diberi kertas note dan disuruh untuk memilih apa yang paling kami rasakan diantara 13 ciri – ciri sakit mental dibawah ini.

https://duniavinca.blogspot.com/2023/08/pentingnya-mengedukasi-remaja-tentang.html



Kemudian kami tahu bahwa masing – masing dari kami itu ternyata punya masalah. Ada yang satu, seperti aku. Ada yang tiga, bahkan hampir seperempat dari 13 ciri – ciri sakit mental yang ada di gambar tersebut. Artinya, sebenarnya kita itu bukan orang paling malang sedunia.

Cara orang untuk menghadapi masalah itu berbeda – beda. Ada yang sangat ekspresif, ada yang ‘emang gue pikirin’, ada yang ‘aah pret lah’, ada juga yang gregetan. Kemudian kami diminta menjelaskan kesimpulan kami masing – masing terhadap apa yang terjadi. Karena masing – masing dari kami punya satu dari 13 jenis ciri – ciri kesehatan mental.

“Karena kalian masing – masing punya dari 13 jenis tersebut, apa yang bisa kalian simpulkan? Apakah mental kalian itu sehat atau sakit?” Bu Fadhilah Rahmi melempar pertanyaan kepada kami satu persatu.

“Gimana ya..mau dibilang sehat ternyata nggak sesehat itu, kalau dibilang sakit pun, nggak sesakit itu,” celutuk kakak kelas XI dari Sekolah SMA Islam Plus Adzkia Medan.

“Lecet. Mentalnya lecet!” seru Jinan. Anak kelas X dari SMA Islam Plus Adzkia yang seumuran denganku.

Kami tertawa karena istilah baru yang dibuat Jinan. Kemudian bertepuk tangan untuknya. “Memang nggak rusak, tapi lecet. Wkwk.”

https://duniavinca.blogspot.com/2023/08/pentingnya-mengedukasi-remaja-tentang.html

Kemudian kami diminta lagi untuk mencari penyebab ciri – ciri sakit mental kami. Faktor genetik juga bisa menjadi salah satu penyebabnya. Misalnya, ayahnya pemarah, kemudian suka memukul dan punya  traumatis masa lalu. Nah akhirnya dia menurunkan kebiasaan ini kepada anaknya. Saat besar, sang anak dendam dan melakukan apa pola pengasuhan yang selama ini diterimanya dari orang tuanya kepada anaknya. Hal ini terus berlanjut Dan seperti rantai pengasuhan. İnilah yang dinamakan utang pengasuhan.

Bisakah Kita Menghilangkan Sakit Mental Dalam Diri Kita?

Jawabannya bisa. Bagaimana caranya?

"Makan," celetuk Jinan.

"Makan?" 

"İya, soalnya saya kalau stress itu bawaannya mau makan aja," jawab Jinan saat ditanya.

"Tidur," kata Fathiah. 

"Melakukan aktivitas yang positif," kata kak Zuwa. 

"Lewati zona nyaman," imbuh kak Bintang.

https://duniavinca.blogspot.com/2023/08/pentingnya-mengedukasi-remaja-tentang.html

Pahami Diri Sebaik-baiknya 


 Pahami diri sendiri. Pahami kapan kita senang, kapan kita sedih, dan kapan kita marah. Kenali apa penyebab setiap emosi kita. Apa yang membuat kita senang. Misalnya ada ragam jawaban peserta yang mengatakan dia senang saat main HP, menyibukkan diri dengan banyak beraktivitas sosial, tidur, makan dan lain-lain. Jadi kapan senang, kapan sedih, kapan marah, kenali perjalanan hidup kita.

Misalnya kamu itu orangnya marah kalau ada orang lain yang melihat kamu dengan tatapan yang berbeda (sinis atau bereng). Terus ada orang yang melihat kamu seperti itu dan kamu marah. Kamu bisa positive thinking dengan evaluasi diri. Kenapa ya dia melihatku seperti itu? Atau kamu juga bisa menyibukkan diri kamu dengan kegiatan lain yang membuatmu melupakan hal-hal yang membuatmu tidak senang.

“Semakin sering kamu menterapi diri kamu dengan hal-hal yang kamu sukai maka trauma itu akan hilang,” -Fadhilah Rahmi Nasution-


 Pahami perjalanan hidup dan syukuri apa yang sudah kita miliki selama ini. Contohnya: “Ya Allah, aku bersyukur kali karena orang tuaku masih bisa menyekolahkan aku di saat banyak orang yang tidak bisa mengecap pendidikan seperti aku..”

Jadikan sabar dan syukur sebagai solusi masalah,” -İbnu Katsir-


Hindari Self Diagnosis


Self diagnosis ini seperti yang aku jelaskan tadi di atas ya, yaitu suka sekali mendiagnosa diri sendiri tanpa adanya keterangan dari yang ahli. Atau tanpa konsultasi masalah yang kita hadapi dengan ahlinya, tiba-tiba kita langsung mendiagnosa diri kita.

Cepat sekali kita menjudge diri kita dengan sosok yang padahal belum tentu kita seperti itu. Kita ngejudge saat kita ada masalah, padahal kalau kita ke psikolog belum tentu ternyata kita seperti itu. Mungkin misalnya kita pada dasarnya adalah orang yang periang, tapi ternyata kita ada masalah yang membuat kita itu tidak seharian biasanya dan menjauhkan diri dari kerumunan, lalu tiba-tiba kita bilang ‘aku ini introvert’. Jadi kita nggak bisa ketika ada masalah langsung mendiagnosa diri kita.

Jangan pernah posting apapun di media sosial ketika ada masalah


Nah ini kalau dulu tuh biasanya remaja-remaja sering Kalau ada masalah langsung buat status di media sosialnya yang hanya dilihat oleh si mangsanya. Ketika si mangsa melihat postingannya, dia langsung menghapusnya. Dan saling sindir-sindiran di media sosial

Hasil penelitian mengatakan bahwa akhir-akhir ini jarang sekali remaja memposting hal-hal pribadi di media sosial. Kalaupun ada biasanya mereka itu memakai bahasa kiasan yang maknanya itu harus dalam banget. Mereka lebih sering sekarang memakai menfess. Menfess adalah singkatan dari 'mention' dan 'confess', yang artinya 'menyebut' dan 'mengungkapkan'. Menfess dalam Twitter biasanya digunakan untuk curhat, mengoceh, hingga mengungkapkan suatu hal tanpa diketahui identitas pengirimnya

Fokus pada diri sendiri dan masalah


Jadi masalah itu bukan untuk dishare. Kalau misalnya kita ada masalah, kita tuh fokus sama diri kita dan masalah. Contoh, salah satu diantara kita masuk parit. Terus teman kita lewat dan kita bilang 'eh tolong dong fotoin aku lagi masuk parit'. Terus difotoin sama teman kita terus kita posting dan share foto kita di medsos. 

Masalah masuk paritnya selesai? 

Enggak kan. Seharusnya kita bilang, 'tolong dong bantu angkat tanganku keluar dari parit ini,"

Jangan Mengglorifikasi Gangguan Pada Diri Kita

Contohnya, ada orang yang bilang sama kita. "İih, kamu kok jutek kali orangnya?"

Lalu kita malah jawab, "Ya gitu lah aku orangnya. Aku itu orangnya unik,"

Seakan-akan hal-hal negatif dari diri kita yang seharusnya tidak diketahui orang dan menjadi rahasia kita tersendiri, malah kita banggakan di depan orang lain seakan-akan itu adalah prestasi yang membanggakan. 

Atau kita bilang gini sama teman kita. "Aku nih orangnya trauma, jadi tolong dong kalian ngerti kalau aku ini orangnya trauma."

Terasa lebay kali ya..

Trauma itu memang ada dan aku sendiri pernah mengalaminya saat rumahku kebakaran. Karena aku yang pertama kali melihat api di rumahku saat kebakaran itu, sesudah api di  rumahku dipadamkan, untuk pertama kalinya aku merasa takut untuk memegang kompor dan menghidupkan api. Namun aku berfikir, kalau aku terus memanjakan rasa trauma ku dan tidak berani mencoba untuk menyalakan api di kompor. Maka seumur hidup aku akan terus dalam traumaku dan tidak akan pernah bisa menghidupkan api lagi.

Perbanyak Teman Di Dunia Nyata


Kira-kira dari sejak awal kita lahir hingga TK, SD dan sampai sekarang tentunya kita punya banyak teman di kehidupan nyata. Ataupun saat kita berkenalan dengan orang-orang baru di acara atau event yang kita ikuti.

Lewat teman-teman kita di dunia nyata bangun circle-circle positif atau lewat komunitas yang kita ikuti. Semakin banyak kita mengikuti acara-acara positif, maka kewarasan kita akan semakin baik. Dan biasanya sakit mental yang ada pada diri kita akan lebih mudah hilang saat kita melakukan banyak aktivitas positif lainnya.

Lewat komunitas yang kita ikuti, kita bisa saling berbagi kisah dan sharing-sharing tentang pengalaman kita kepada orang lain yang membutuhkan. Atau pada saat kita membutuhkan saran-saran dari orang lain terhadap masalah yang terjadi di kehidupan kita.

Jangan terlalu memperbanyak aktivitas negatif di dunia maya. Apalagi untuk sekedar ikut-ikutan trend yang pada dasarnya akan cepat berlalu dan usang. 

Dan jangan terlalu over realitas. Yaitu ketika misalnya kita melihat iklan pemutih kulit dan sejenisnya, yang seringnya menayangkan before after penggunaan produk dalam jangka waktu yang singkat. Lalu saat kita mencoba memakainya ternyata kulit kita tidak langsung putih instan. Dan kita marah-marah langsung marah-marah pada adminnya, padahal itu adalah salah satu strategi orang untuk menarik pembeli. 

Bangun Personal Brending Di Media Sosial


Bangun branding yang baik tentang diri kita di media sosial. Bangun hal-hal positif untuk diri kita dan orang lain di media sosial. Ada banyak cara orang untuk membangun personal branding masing-masing. Ada yang membangun personal branding mereka dengan stand up comedy yang disuguhi hal-hal kebaikan, ada juga dengan konten-konten tentang cara menjaga bumi, dan lain sebagainya.

Karena biasanya orang-orang akan menjudge kita dengan hal-hal yang biasa kita posting di media sosial. Sedari kecil kita membiasakan diri dengan membangun personal branding yang baik dan positif, maka saat kita besar orang-orang akan melihat kita dengan positif.

"Wah anak ini sedari kecil udah ikut main kegiatan positif, dll."

Tidak semuanya Harus diiklankan 


Saat ini banyak sekali anak-anak remaja yang terjebak pada hal-hal yang seharusnya tidak diiklankan seperti lekuk tubuh, kehidupan pribadi dan lain-lain. Waspadalah terhadap hal-hal yang berbahaya dan bisa menjebak kita ke jurang penyesalan.


Sekian dulu. Sampai Jumpa di Lain Waktu 😉

Komentar

  1. setuju banget mba, kesehatan mental memang wajib dijaga dan harus pintar-pintar dalam mengelola mental itu, dan itu wajib dijaga sejak masih remaja, mereka harus sudah mulai paham arti pentingnya dalam menjaga kesehatan mental, dengan begitu selain mereka bisa mengelola mental mereka, juga mereka akan mempunyai empati yang besar ke orang lain

    BalasHapus
  2. Sering sekali kita mendiagnosis diri sendiri tanpa keterangan dari yang ahli ya, padahal kita jauh dari yang disangkakan ya, memang harus dihindari bgt seperti itu ya

    BalasHapus
  3. Aku setuju di bagian 'jangan posting apapun di media sosial ketika ada masalah.' Karena yang ada bukan dapat inspirasi, tapi buka aib sendiri. Dan memang perly ya kalau ada masalah harus konsul ke orang yang tepat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar Bu, bukannya dapat solusi untuk masalah kita. Jadi malah bongkar aib sendiri ke publik.

      Hapus
  4. Walaupun kesannya sepele kesehatan mental itu penting banget buat dipahami. Memang kesannya anak zaman now kayak lebay ya apa-apa disangkutpautkan sama mental, tapi setidaknya mereka lebih aware akan kesehatan mentalnya sehingga jadi bisa mengekspresikan diri mereka lebih baik lagi

    BalasHapus
  5. It's ok not to be ok, stigma negatif dari masyarakat tentang kesehatan mental ini yang kadang membuat seseorang merasa malu untuk mengakui bahwa dirinya membutuhkan bantuan
    Dengan menyadari bahwa kita sedang membutuhkan bantuan akan memudahkan untuk mendiagnosa masalah dan melakukan tindakan pencegahan masalah yang lebih kompleks yang mungkin terjadi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali!
      Justru karena stigma masyarakat itu, masyarakat tidak yang mengalami gejala-gejala ringan pada mental nya tidak mau bercerita dengan orng yang bisa membantu nya menyelesaikan masalah

      Hapus
  6. Artikel ini cocok bukan cuma untuk kalangan remaja ternyata. Saya banyak introspeksi diri sini. Apalagi waktu liat slide 13 ciri-ciri sakit mental dan beberapa alasannya. Kok banyak yang saya alami haha. Itu tandanya memang masih ada banyak PR yang harus saya selesaikan

    BalasHapus
  7. Masalah kesehatan mental ini seolah dianggap remeh oleh beberapa orang ya. Dan menganggap mereka yang kena masalah pada ini, adalah mereka yang lemah.

    Ya, lagi-lagi pola parenting yang baik bisa jadi kunci penting untuk anak-anak gak "kena mental". Tidak mudah FOMO ataupun butuh banget validasi

    BalasHapus
  8. Menurut saya, salah satu kenapa anak-anak gampang lakukan self diagnose atau post decision, saya begini dan begitu adalah kurangnya kemampuan membaca informasi secara detail. Kaya keminter lah gitu..
    bahaya sih ini, bisa jadi anak malah berikan penanganan diri yang tidak tepat..

    BalasHapus
  9. Yumnaa salah satu anak gadis baik hati yang ibuk kenal, Yumna jangan ikutan remaja skrg ya yang dikit-dikit mendiagnosa dirinya bahwa mental baik. Semangat terus belajar hal apapun yumnaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah, masyaallah 😍
      Terimakasih doanya Bu Una, doain Yumna selalu ya Bu🤗

      Hapus
  10. Masya Allah .. salut sama Yumna ... bisa memahami pembelajaran mengenai mental health. Memang penting sih Yumna, karena ke depannya akan banyak tantangan dan kita harus kuat menjalaninya.

    BalasHapus
  11. Setuju. Jadi gak cuma istighfar dan tahajud lalu selesai. Helo, Tuhan tuh justru memberikan banyak cara untuk kita berikhtiar ya. Hanya apapun ikhtiarnya kita hanya bisa berusaha karena jadi apapun hasilnya itu sudah ketentuan Nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha, bener tuh Bu😆
      Sama kayak orang yang berpikiran Tuhan sudah mengatur rezeki, terus nunggu uang jatuh dari langit 🤭

      Hapus
  12. Nah ini yang saya jaga banget misal ada masalah, saya berusaha tidak mengumbar di medsos. Memang saat ini penyakit yang berkaitan dengan kesehatan mental itu banyak ragamnya ya kak. Semoga kita diberi kekuatan untuk menghadapi dunia dengan segala permasalahannya

    BalasHapus
  13. Bener kan aunty bilang.. Dilarang self diagnosed.
    Ada ahli yang akan memberikan diagnosa pada kita.
    Kadang remaja mudah sekali bilang sakit ini atau itu hasil cucoklogi sendiri.

    BalasHapus
  14. Self diagnose tuh emang beneran bahaya sih. Bisa jadi apa yang dirasain saat ini tuh cuma perasaan sesaat aja plus kalau pakai ilmu cocoklogi diri dan perasaan personal. Malah payahnya ketika beneran dilakukan tes sama psikolog /calon psikolog yang belajar ilmunya bener bener ya (aku pernah nih sama mahasiswa psikologi dijadiin subjek dan diundang ke lab-nya karena si mahasiswa ini temenku ... ehehe) ternyata apa yang diduga selama ini malah nggak muncul hasilnya. Sejak itu, kuberhenti terlalu menganggap serius segala rupa ciri masalah mental ini itu yang muncul di medsos trus nggak coba disambung-sambungin sama diri sendiri. Yaaa ... anggap ilmu pengetahuan dan selewat aja. Mental kan sama kayak fisik, kalau sakit ya cari ahlinya, bukan ujug-ujug menganalisa trus racik obat sendiri tanpa dasar pengetahuannya.

    BalasHapus
  15. bagus sekali artikelnya, hal ini semoga dapat mengedukasi banyak remaja mengenai arti mental health ini sehingga satu sama lain dapat menjaga kesehatan mental diri dan orang sekitarnya. Apalagi belakangan ini gempuran bullying dan overthinking yang sedang merajalela sehingga anak anak remaja hars belajar soal ini sedari sekarang

    BalasHapus
  16. InsyaAllah yang nulis artikel ini mental health nya udsh sekuat baja ya nak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin, thanks aunty 😘🥰 sama-sama kuat dan berusaha jadi lebih baik lagi kita ya

      Hapus
  17. Yang penting, jangan curhat di medsos ya Yumna.
    Karena saya sering baca curhatan orang di medsos.
    Kan orang jadi tau masalah dia. Apa mungkin gak punya tempat curhat ya, kayak orang terdekat gitu, ortu, suami/istri, adik/kakak. Kalo gada juga, ada sajadah.
    Tapi tidur juga bagus kalo lagi bete.
    Daripada makan, kalo berat badan naik, nambah stress hehehehe

    BalasHapus
  18. Anak anak muda sekarang ini, dalam beberapa kasus karena merasa dunianya tidak dipahami oleh orang tua (generasi sebelumnya) lebih cenderung menciptakan gelembung yang sulit ditembus oleh org lain diluar dirinya. Akibat paparan informasi yang mudah diakses, akhirnya ada semacam kekhawatiran yang mereka tkt alami sehingga mereka agak keras memprotect dirinya kemudian berupaya mencari jawaban sendiri atas apa apa yg mengganjal dalam hati dan pikiran. Di satu sisi baik untuk melatih kemandirian tapi di sisi lain tktnya salah mengambil tindakan karena pengalaman yg minim. Tetaplah menjalin komunikasi yg baik dengan orangtua atau wali secara lebih terbuka jangan pernah mengambil kebijakan sendiri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget Bu Siska. Apapun mestinya harus selalu kita komunikasikan ke orangtua saat ingin bertindak lebih jauh terhadap masalah kita. Karena walau bagaimanapun orangtua adalah penanggungjawab kita sebelum berumahtangga.

      Hapus
  19. perbanyak temen di dunia nyata bener adanya, karena kalau terus-terusan berhadapan dengan dunia maya, kita akan merasa kesepian. Dan saat membutuhkan temen untuk curhat, jadi bingung mau curhat ke siapa.

    BalasHapus
  20. Duh jadi ingat beberapa teman, ibuk-ibuk, yang statusnya tuh masalah dia melulu..bacanua aja ikut galau. Saya kadang unfol atau unfriend karena terimbas vibes negatifnya.
    Btw, lengkap sekali ini Kak..aku kasih linknya ke anak sulungku yang remaja. Bagus banget ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah 😍
      Terimakasih atas sharing nya Bu Dian. Alhamdulillah kalau bisa bermanfaat buat banyak orang🤗sehat selalu buat ibu dan remajanya

      Hapus
  21. Ulasannya baguss bunn...sesuai dengan kegalauan hati memiliki anak yg masuk ABG...tq sharingnyaa (gusti yeni)

    BalasHapus
  22. Topik mental health ini sesuatu yang nggak ada habisnya dipelajari karena nggak ada kata siapa salah siapa benar. Sebab kondisi mental seseorang, daya tahan seseorang terhadap tekanan, dipengaruhi banyak faktor yang amat kompleks dan pasti beda2 tiap orang.

    BalasHapus
  23. Banyak kejahatan saat ini juga sepertinya karena mental manusia yang sudah terganggu dan tidak diatasi secepatnya. Ya, self diagnosa juga membuat booming di media sosial yang malah menjadi sumber konten. Alih-alih berobat ke ahlinya atau perbanyak ibadah, yang ada malah fokus pada gejala-gejala yang muncul lalu share di media sosial. Sayangnya, malah banyak netizen latah yang dikit-dikit mendiagnosa sendiri kepribadiannya hanya dari melihat kemiripan dengan konten di sosial media tadi. Memang seharusnya edukasi seperti ini perlu diperbanyak di sekolah-sekolah bahkan mulai dari TK sekalipun.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Haru di Hari Sabtu

Teori Big Bang dan Kebenaran Al-Qur'an