Bubur Pedas Warisan Kesultanan Deli

 

Hari ini seperti biasanya, ibu menyuruhku membantunya memasak. İbu membuat arsik ikan dan sayur daun ubi tumbuk. Namun kali ini agak berbeda. Usai menghidangkan makanan dan makan siang, ibu kembali berselancar di dapur. Aku penasaran. Kira-kira apa lagi yang mau ibu buat ya? Dengan sangat penasaran aku menghampiri ibu tampak membagi-bagi beras yang ada di tempat penyimpanan beras kedalam beberapa wadah.

“Ibu mau buat apa?” aku bertanya sambil memperhatikan ibu.

“Ibu mau buat bubur pedas,” jawab ibu.

“Bubur pedas itu apa Bu? Apakah bubur pedas itu seperti bubur yang dijual di warung makan dengan suwiran ayam di atasnya, Bu?” tanyaku masih penasaran.

“Bukan, Hartinah. Bubur pedas itu berbeda dengan bubur yang biasa dijual. Kalau yang biasa dijual itu namanya bubur ayam,” jawab ibu.

Aku ber-oh panjang. “Memangnya apa yang membedakan bubur pedas dengan bubur biasa, ibu?”

“Bubur pedas adalah salah satu makanan khas Melayu. Dinamakan bubur pedas bukan karena cita rasanya yang pedas ya. Bubur ini dinamakan bubur pedas karena efeknya yang menghangatkan tubuh saat kita memakannya, karena racikan bumbunya yang banyak. Dahulunya bubur ini merupakan makanan khas kesultanan Deli. Biasanya bubur pedas dijadikan santapan berbuka puasa di lingkungan kesultanan Deli. Namun sekarang bubur pedas bisa disantap oleh berbagai kalangan seiring perkembangan zaman. Nah, kalau bubur ayam yang biasa dijual itu memang cuma beras yang dimasak hingga lembut menjadi bubur dan diberi beberapa tambahan pelengkap diatasnya,” kata ibu menjelaskan.

“Lalu, apakah cara membuat bubur pedas mudah Bu?”

“Hmm..kalau dibilang mudah tidak juga. Jadi beras yang dipakai untuk membuat bubur pedas adalah beras yang sudah dibumbui dengan 44 bahan tumbuhan alami yang diendapkan dan didiamkan  dulu selama sekian bulan. Setelah itu barulah dibuat seperti bubur dengan beberapa rempah-rempah lain lagi.”

“Panjang sekali prosesnya Bu,” komentarku terkejut.

“Karena itulah jarang sekali ada orang yang membuat bubur pedas yang asli. Tapi hambatannya bukan itu saja. Bumbu-bumbu untuk membuat bubur pedas banyak yang sulit didapatkan, contohnya seperti daun kentut-kentutan. Bahkan di Medan saja sangat susah untuk mendapatkan semua bumbunya. Karena tidak semua orang menanam bumbu-bumbunya.”

Aku membulatkan mataku tanda bahwa aku tertarik saat mendengar penjelasan ibu. “Unik sekali! Kenapa dinamakan daun kentut-kentutan Bu?”

“Menurut cerita yang beredar, dinamakan daun kentut-kentutan karena aromanya yang bau seperti buang angin,” jawab ibu.

“Tapi kenapa tiba-tiba ibu membuat bubur pedas. Memangnya ada acara apa di rumah?” tanyaku saat melihat ibu mencampurkan bumbu-bumbu bubur pedas dengan tong beras yang besar.

“Beberapa bulan lagi ramadhan tiba. Sejak dulu bubur pedas disajikan untuk berbuka puasa dengan tambahan anyang pakis di atasnya. Biasanya di Masjid Raya mereka akan menyediakan bubur pedas sebagai salah satu menu berbuka puasa,” jawab ibu.

“Berarti kita harus nunggu selama beberapa bulan agar beras dan bumbunya meresap?” tanyaku memastikan. Ibu menganggukkan kepalanya. Aku membantu ibu mencampurkan beras dengan bumbu-bumbu yang sudah ibu persiapkan. “tapi kenapa porsinya sangat banyak Bu? Kita kan tidak mungkin menghabiskan semuanya,” kataku lagi.

“Memang tidak semuanya akan kita habiskan, sayang. Saat Ramadhan tiba kita bisa membagi-bagikan bubur pedas ini kepada tetangga-tetangga kita.”

Aku tidak sabar menunggu Ramadhan untuk menyaksikan beras yang sudah kami bumbui beberapa bulan lalu. Terhitung semenjak kami membumbui beras, aku sering melihat kalender untuk menunggu bulan ramadhan.

Hingga akhirnya Ramadhan pun tiba. Ibu mengatakan akan membuat bubur ba'da ashar sehingga berdekatan dengan jadwal ifthar. Aku begitu bersemangat membantu ibu mengolah beras yang beberapa bulan lalu sudah kami bumbui dan diendapkan. Beras itu kemudian diolah dan dimasak menjadi bubur pedas. Proses pembuatan bubur pedas yang asli sangat panjang dan memerlukan banyak bahan. Setelah beberapa bulan diendapkan dan didiamkan, beras akan berubah warna menjadi warna kuning.

Ibu memasukkan beras yang sudah dibumbui kedalam dandang yang sangat besar. Lalu seperti biasa, beras akan dimasak dan diaduk-aduk hingga lembut dan mengental. Agar pancinya tidak gosong, usahakan untuk terus memantau buburnya dan diaduk-aduk. Ibu memintaku untuk mengaduk buburnya. Sementara ibu menyiapkan bahan-bahan pelengkap lainnya untuk bubur pedas. Beberapa menit kemudian berasnya yerlihat mengental dan mulai melunak. Sesekali aku meminta tolong pada ibu untuk menggantikan tugasku mengaduk bubur karena tanganku mulai kebas.

Sekitar satu jam, ibu menyuruhku mematikan kompor. Kami menyiapkan banyak mangkuk untuk diisi bubur yang sudah siap masak. Setelah buburnya dimasukkan ke mangkok, ibu menyiramnya dengan kuah kaldu seafood dan memberi tambahan kepiting. Kita bisa memakai udang sebagai pengganti kepiting.

Tidak terasa ternyata sudah jam enam sore lebih. Sebentar lagi waktu berbuka akan segera tiba. Ibu memintaku segara membagikan bubur pedas yang sudah siap saji ke rumah tetangga-tetangga kami. Bulan Ramadan ini tidak hanya keluarga kami saja yang berbagi kepada tetangga-tetangga sekitar, termasuk anak-anak kost yang tinggal satu gang dengan kami. Beberapa tetangga juga turut membagikan makanan berbuka puasa kepada ke rumah. Namun bedanya mereka memberikan makanan kekinian untuk kami dan tetangga lainnya.

“Bu, kenapa kita tidak memberikan makanan yang lain saja kepada tetangga kita seperti yang dilakukan tetangga yang lainnya?” tanyaku pada ibu usai siap membagikan bubur pedas tadi.

“Tidak apa-apa Hartinah. Ibu ingin kita tidak hanya sekedar membagikan bubur pedas ini kepada tetangga kita. Lebih dari itu ibu juga ingin mengenalkan kepada mereka bahwa Sumatera Utara itu luas dengan segala macam keberagaman budaya dengan berbagai suku etnis yang tinggal disini. Sumatera Utara tidak hanya terkenal dengan wisatanya saja, namun juga kulinernya. Agar mereka bisa mengenal Sumatera Utara lebih luas lagi dan tidak hanya sekedar rumah perantauan,” jawab ibu sambil membelaiku.

Aku tersenyum. Ibu benar. Kita boleh merantau dan menuntut ilmu sejauh mungkin bahkan hingga ke ujung dunia, namun kita tidak boleh lupa di mana kita dilahirkan dan kampung halaman kita. Sepatutnya kita juga harus bangga dengan budaya kita sendiri dan ikut mengenalkannya kepada seluruh Indonesia bahkan dunia.

 

Komentar

  1. jadi seperti apa bentuknya daun kekentutan itu?

    BalasHapus
  2. Ternyata fiksi. Kirain tentang resep cara bikin bubur pedas. Tapi detail juga meski tidak dijelaskan bumbu apa saja untuk beras.

    Jadi tahu bubur pedas khas Deli berbeda bikinnya dan sangat butuh kesabaran sekaligus proses panjang

    Oh ya, ada kata yang harus digabungkan jika tidak merujuk tempat. Dipisahkan jika merujuk tempat.
    Disini dipisahkan jadi di sini karena sini adalah petunjuk suatu tempat

    Kata baku yang tepat adalah sekadar.

    Semoga bisa bantu untuk perbaiki tulisannya. Keren masih muda struktur tulisannya sudah rapi. 👍

    BalasHapus
  3. Ramadhan beberapa tahun silam, keluarga kami juga sempat mencicipi bubur pedas ini. Diantar tetangga. Gak nyangka proses bikinnya panjang dan lama. Jadi menghargai de kalo ada yang bikin bubur pedas dan mengantarnya ke rumah kami

    BalasHapus
  4. Pengalaman pertama makan bubur pedas memang pas ramadhan, di rumah kawan. Maklumlah anak kos, undangan makan adalah kemewahan sendiri

    Nice share

    BalasHapus
  5. Kakak kami termasuk yang pandai bikin bubur pedas asli Melayu Deli. Bahkan tiap Ramadan tiba menerima pesanan dari teman2 yg tau bubur pedas dan tentunya kaum kerabat. Kami menyebut daun terkenal di bubur pedas, daun Sikentut. Cerita yang bagus ini,, Yumna. Semangat terus yaa nulisnya.

    BalasHapus
  6. Ramadhan ini buat ya yumna. Nanti aunty tinggal ngasih penilaian saja wkwkwwk

    BalasHapus
  7. Duh bulan puasa dan bubur pedas, tambah lagi setiap tahun selalu ke masjid raya,, tekenang apa yang dah kami lalui bersama, almarhum ibuku.

    BalasHapus
  8. Bubur pedas juga bagus Mba diberikan saat lagi gak enak badan/masuk angin. Karena emang kandungnya kaya rempah kan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Disebut bubur pedas karena rempah-rempahnya yang banyak bisa memberikan efek menghangatkan tubuh.

      Hapus
  9. Baca cerita ini jadi ingat bubur pedas buatan ibunda, banyak bahan dipakai dan masaknya pun pake teknik, aduh rindunya sama bubur ini

    BalasHapus
  10. Bisa juga nih di artikel ini Walaupun sifatnya fiksi diceritakan juga bahan-bahan yang digunakan. Jadi semakin menambah khazanah buat pembaca

    BalasHapus
  11. Wah mirip masakan Korea ya, bumbunya biasanya di peram berbulan bulan. Wah sesekali nih mau makan bubur pedas buatan Yumna

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa ya Bu. Karena Yumna belum bisa buat bubur pedas.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Haru di Hari Sabtu

Pentingnya Mengedukasi Remaja Tentang Kesehatan Mental

Teori Big Bang dan Kebenaran Al-Qur'an